BAHAS PROPORSIONAL TERBUKA-TERTUTUP, PUSHPASI FAKULTAS SYARIAH GELAR WEBINAR SISTEM PEMILU
Media Center- Pusat Kajian Hukum Pancasila dan Konstitusi (PUSHPASI) Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember mengadakan Webinar Nasional yang bertemakan “Strategi Memilih Sistem Pemilu di Tengah Regresi Demokrasi”. Acara tersebut diselenggarakan pada Selasa (17/01/23) melalui aplikasi Zoom Meeting.
Acara tersebut dihadiri oleh Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I., sebagai Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Solikul Hadi S.H, M.H (Koordinator Program Studi Hukum Tata Negara), Dr. Qurrotul Uyun, S.H., M.H., sebagai Direktur PUSHPASI dan tiga narasumber berkompeten, yakni Dr. Khairul Fahmi, S.H., M.H. sebagai Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Andalas yang juga Pengurus Pusat APHTN-HAN, Ahmad Mansur, S.H.I., M.H., sebagai Wakil Ketua Fraksi PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) DPRD Kabupaten Bondowoso, dan Basuki Kurniawan, S.H., M.H., sebagai Dosen Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.
Dalam Sambutannya, Dr. Qurrotul Uyun, S.H., M.H. menyampaikan bahwa PUSHPASI merupakan Lembaga di bawah naungan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember yang memiliki tujuan memajukan Fakultas Syariah dalam bidang hukum dan konstitusi.
“Sebagai lembaga Pusat Kajian Hukum, Pancasila, dan Konstitusi, bagaimana menyelenggarakan kegiatan-kegiatan advokasi, pengembangan ilmu pengetahuan, dan melakukan kajian-kajian ilmu hukum dan konstitusi yang output-nya tak lain untuk memajukan fakultas syariah dan khsusunya UIN KHAS Jember,” ujar Direktur PUSHPASI yang alumni S3 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro itu.
Prof. Dr. M Noor Harisudin, S.Ag., M.Fil.I. mengungkapkan bahwa sistem pemilihan umum (PEMILU) akan terus-menerus mengalami perbaikan di masa yang akan datang.
“Sistem pemilu tidak titik tapi terus koma. Apa yang kurang akan terus diperbaiki. Salah satu bahan perbaikannya ialah fakta-fakta di lapangan, kualitas di lapangan yang akan terus menjadi bahan perbaikan sistem pemilu di masa yang akan datang atau sebagai bahan ius contitendum,” tutur Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember yang juga Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara tersebut.
Selanjutnya, Dr. Khairul Fahmi, S.H., M.H. menjelaskan dalam materinya mengenai salah satu sistem pemilihan umum yakni proporsional terbuka murni dengan calon pilihan yang memiliki suara terbanyak memiliki catatan-catatan kelemahan.
Bagi Khairul Fahmi, setiap sistem pemilihan itu memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, tidak ada sistem yang sempurna karena bisa jadi sistem itu baik di suatu negara, namun tidak baik untuk negara lain, karena sosio politik masing-masing negara itu berbeda. Misalnya di Amerika menerapkan sistem distrik dan itu cocok bagi Amerika Serikat tapi bagi kita (Indonesia) apa cocok menggunakan sistem distrik itu.
“Dari penelitian saya menemukan bahwa sekalipun sistem disrtik itu baik untuk sistem presidensil, karena sistem presidensil menghendaki partai politik yang sederhana di parlemen, sehingga sistem presidensil berjalan lebih baik. Tapi untuk Indonesia sekalipun menggunakan sistem presidensil, apakah harus mendorong ke arah pemilihan distrik? Hal itu akan berhubungan sistem pemilihan Indonesia yang heterogen, kita banyak kelompok agama, budaya, adatnya dan sebagainya. Apabila menggunakan sistem distrik, maka kelompok-kelompok minoritas tidak terwakili di parlemen, karena dipaksa untuk masuk ke salah satu kekuatan politik besar”, ujar Khairul Fahmi yang juga Pengurus Pusat APHTN-HAN tersebut.
Sebaliknya, bagi Khairul Fahmi, sistem proporsional terbuka memiliki kelemahan akan menyebabkan deparpolisasi atau kelemahan institusi partai politik karena caleg yang mengedepankan perannya di setiap pemilu bukan partainya. Caleg yang menemui konstitutuennya dan caleg tidak selalu membawa agenda partai, bisa jadi membawa agenda pribadinya, sedangkan peserta pemilu anggota DPRD, DPR adalah partai politik.
“Saya dengan sejumlah temen temen akademisi dan ketua nya waktu itu Prof Ramlan Subakti diminta oleh Kementerian untuk menyusun naskah Akademik RUU Pemilu, salah satu yang didiskusikan adalah bagaimana memberikan jalan tengah dalam sistem pemilu terbuka dan tertutup. Akhirnya ditawarkan waktu itu adalah sistem party list, yang semi tertutup, memang caleg dari partai tapi ada proses pendahuluan yang mana dalam menentukan caleg tidak hanya ditentukan dari partai saja, tapi ada mekanisme pemilihan yang dipilih oleh anggota partai politik untuk membangun mekanisme demokrasi di parati politik”, tukas Khairul Fahmi yang juga Peneliti PuSAKO (Pusat Studi Konstitusi) Universitas Andalas.
Ahmad Mansur, S.H.I., M.H. menjelaskan juga mengenai sistem pemilihan umum proporsional tertutup yang juga memiliki keunggulan dan kelemahan.
“Keunggulan tertutup dapat membuat partai menjadi lebih aktif memilih kadernya sehingga peran aktif pemimpin lebih diutamakan, juga kelemahannya ialah masyarakat hanya memilih partainya saja namun tidak mengetahui siapa yang dipilih menjadi wakil mereka,” pungkas Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.
Basuki Kurniawan, S.H., M.H.menjelaskan dalam materinya mengenai analisis konstitusional pemilu legislatif dengan melihat sistem pemilihan umum menurut pasal 22E Undang-Undang 1945.
“Saya melihatnya di pasal 22E tentang sistem pemilu yakni peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik, peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan,” ujar Dosen Fakultas Syariah UIN KHAS Jember yang sedang menempuh S3 Fakultas Hukum Universitas Jember tersebut.
Acara tersebut dimoderatori oleh Moh Haris Taufiqurrahman, S.H., sebagai peneliti PUSHPASI Fakultas Syariah UIN KHAS Jember serta diikuti oleh mahasiswa, civitas akademika, dan khalayak umum.
Reporter : Agift Akmal Maulana
Editor : Moh Ramdhan Harisuddin