BEDAH BUKU DI UIN LAMPUNG, DEKAN SYARIAH BAHAS URGENSI FIQIH AQALLIYAT DI NEGERI MINORITAS MUSLIM
Media Center - Umat Islam tersebar di seluruh penjuru dunia. Meski demikian, ada sebagian kelompok yang menjadi golongan mayoritas dan sebagian lain menjadi minoritas. Bagi golongan mayoritas, tentu dalam menjalankan syariat Islam lebih mudah, berbeda dengan umat Islam minoritas tentu membutuhkan fiqih khusus sebagai solusi dari problem agama yang mereka hadapi.
Menyikapi keadaan ini, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil. I., menyusun sebuah buku dengan judul "Fiqih Aqalliyat: Metode Ijtihad, Produk Hukum dan Tantangan Minoritas Muslim di Berbagai Belahan Dunia". Buku menarik ini kemudian dibedah bersama para ulama dan akademisi yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung pada Selasa (21/12) secara daring.
Selain Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I selaku penulis yang hadir, terdapat dua orang pembahas buku terebut yakni Dr. KH. Muhammad Rusfi, M. Ag, sebagai Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung dan Dr. Agus Hermanto, M.H.I, sebagai Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung. Tidak ketinggalan Dekan Fakultas Syariah Dr. H. A. Khumedi Ja'far, S.Ag., M.H. serta dipandu oleh Dr. Abdul Qodir Zaelani, S.H.I., MA.
Prof. Harisudin menyampaikan bahwa, buku ini lahir untuk merespon beberapa fenomena yang terjadi pada umat Islam, salah satunya yaitu belum banyak rujukan atau panduan tentang Fiqih Aqalliyat yang ditulis oleh orang Indonesia.
“Ada sekitar 6 juta lebih muslim Indonesia yang tinggal di luar negeri dengan lingkungan minoritas Islam. Banyak dari mereka yang bertanya-tanya bagaimana menjalankan hukum Islam di negara yang minoritas muslim,” lugasnya yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur.
Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember itu juga memaparkan tentang isi bukunya yang terbagi dalam 5 bab yang meliputi latar belakang sosial, sosial, dan urgensi fiqih aqalliyat. Bab kedua tentang definisi, ruang lingkup, dan dalil fiqih aqalliyat. Bab berikutnya memaparkan tentang pentingnya fiqih aqalliyat. Bab keempat berisi tentang metode istinbat fiqih aqalliyat serta analisis produk ijtihad fiqih aqalliyat pada bab kelima dan bab terakhir penutup.
Karya ini ditulis setelah Prof. Harisudin bertemu dengan berbagai komunitas muslim di beberapa negera, khususnya warga yang tinggal di kelompok minoritas muslim. Salah satu yang diceritakan adalah seorang laki-laki muslim di negara Taiwan. Dia yang terhalang untuk salat Jumat dikarenakan lokasi masjid dengan tempatnya bekerja berjarak tempuh 6 jam. Si laki-laki bertanya bagaimana dengan kewajiban salat Jumat.
"Solusinya ikut madzhab Maliki, dengan syarat salat Jumat minimal 13 orang. Namun, jika hanya sendirian maka laksanakanlah salat dhuhur," tutur Pengasuh Darul Hikam tersebut.
Di samping persoalan ibadah, problematika lain yang mereka hadapi seperti stereotip negatif media Barat terhadap Islam. Ini menunjukkan Islamphobia masih mengakar kuat atau akses makanan yang tidak jelas halal haramnya, konstitusi negara tempat di mana mereka tinggal tidak sejalan dengan syariat Islam, pekerjaan yang bertabrakan dengan agama, dan masih banyak lagi.
"Maka di sinilah pentingnya fiqih aqalliyat sebagai pedoman ber-Islam di negara dengan mayoritas non-muslim. Tentu dengan paradigma fiqih yang berbeda dengan fiqih pada umumnya," pungkas Ketua ASPIRASI tersebut.
“Fiqih aqalliyat ini berpijak pada ayat-ayat Al-Qur'an, hadits dan pemikiran beberapa ulama tentang fiqih aqalliyat, seperti Bin Bayah dan Thaha Jabir Al-Alwani,” tambahnya.
Dr. KH. Muhammad Rusfi, M.Ag. yang menjadi pembahas setuju dengan adanya fiqih aqalliyat dan sangat dibutuhkan oleh orang di luar sana dengan kondisi minoritas agar bisa menjalankan syariat Islam. Meski demikian, fiqih pasti memiliki pro dan kontra, karena fiqih adalah pemahaman para ulama tentang hukum Islam. Ulama yang kontra, mengatakan bahwa fiqih aqalliyat mengkhianati sakralitas Islam dengan menghalalkan alasan hajat dan darurat.
"Secara umum saya sepakat dengan adanya fiqih aqalliyat. Namun, jika sudah berkaitan dengan hal-hal yang qat'i maka harus dipagari," tegas KH. Rusfi.
KH. Rusfi mengutip salah satu pendapat penulis bahwa, seorang muslim yang mengatakan selamat natal kepada umat kristiani adalah boleh dengan syarat tidak mencampur adukkan keimanan, hanya untuk menjaga kekeluargaan dan keutuhan.
"Jika selamat natal diartikan sebagai kelahiran Isa bin Maryam, itu tidak masalah. Tapi kenyataannya, selamat natal ini ditujukan sebagai perayaan dewa matahari dan penobatan Nabi Isa sebagai Tuhan. Ketika hari raya itu bersinggungan dengan akidah, apakah kita akan merelakan akidah demi kekeluargaan dan keutuhan," tambahnya.
Terlepas dari adanya pro kontra tersebut, Dr. Agus Hermanto mengapresiasi lahirnya buku tentang fiqih aqalliyat tersebut. Buku ini menyajikan kajian teori ushul fiqih progresif dengan beberapa teori ‘urf shahih, dharurah dan hajat, teori rukhshoh dan azimah. Harapannya, hadirnya buku ini memberi manfaat wacana kontemporer dan menambah wawasan keilmuan.
"Adanya pro dan kontra terhadap fiqih aqalliyat, ini adalah sesuatu yang wajar. Sabda Nabi, ikhtilafu sunnati rahmatun artinya perbedaan pendapat di antara umatku adalah rahmat," ungkapnya.
Reporter: Arinal Haq
Editor: Nury Khoiril Jamil