BELA NEGARA DAN GERAKAN PEDULI SOSIAL, FAKULTAS SYARIAH GANDENG DANDIM, KAPOLRES, DAN LAZISNU PBNU
Media Center- Banyak perbedaan dalam memahami persoalan bela negara. Guna penyelarasan perspektif, Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember gelar Sarahsehan Nasional bertemakan “Bela Negara dan Gerakan Peduli Sosial” pada Selasa 26/04 di Aula Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.
Acara itu turut menggandeng Ikatan Mahasiswa Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo (IKMASS) dan Kelompok Study Ekonomi Islam (KSEI) FEBI UIN KHAS Jember. Hadir empat narasumber berkompenten yakni Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I selaku Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, K.H. M. Misbahus Salam, M.Pd.I. selaku Pengurus Lazisnu PBNU, perwakilan Dandim Kab. Jember yakni Abdul Mutholib dan perwakilan Polres Jember yakni Junaidi.
Prof. Harisudin akrabnya menyampaikan bahwa, secara fundamental bentuk bela negara Republik Indonesia adalah mempertahankan Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara.
“Kita hidup di negara demokrasi, banyak aliran Islam yang ada di Indonesia, tapi prinsipnya harus satu yakni berdasar Pancasila,” tegasnya yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam.
Prof Harisudin menambahkan, sistem pemerintahan demokrasi secara umum baik untuk diterapkan, namun bukan tanpa kekurangan. Dalam studi, sistem pemerintahan komunis lebih stabil pada persoalan ekonomi bangsa. Perlu banyak pendekatan dan perbandingan sehingga menemukan formulasi yang pas dalam meracik sistem sebuah negara.
Selain itu, K.H. Misbah mengatakan pandangannya dalam bela negara bahwa, Pancasila sebagai jalan tengah di antara keinginan perwakilan Islam yang menginginkan negara berdasarkan Islam dan nasionalis yang enggan dengan hal itu.
“Pancasila mengakomodasi agama, bahkan tidak hanya Islam. Disinilah letak pengamalan kaidah fiqih yakni meninggalkan kerusakan lebih didahulukan ketimbang melahirkan kemaslahatan,”pungkasnya.
Baginya, dalam bela negara dapat dengan berbagai cara dan cukup dengan kapasitas diri. Persoalan lain dalam gerakan peduli sosial adalah turut sadar bahwa manusia sejatinya makhluk sosial.
“Saya aktif pada isu SDGs, lakukan hal yang mampu dan sederhana untuk bermanfaat. Saya buat program Kampung SDGs sebagai salah satu upaya penggerak ekonomi,” lugasnya.
Dalam perspektif TNI Polri, pemahaman bela negara harus tertanam sejak dini agar rasa nasionalis tercipta. Di era keterbukaan dan media sosial banyak sekali hal-hal yang bisa menghancurkan negeri dengan upaya-upaya persuasif serta paham yang menyimpang dari Pancasila.
“Tidak hanya mahasiswa yang disorot dalam soal isu radikalisme, ditubuh TNI Polri pun demikian, kelompok yang berusaha merusak persatuan sangat massif memperdaya,” tegas Abdul Mutholib.
Ideologi menjadi hal paling sulit diubah, sekali terpapar pemahaman maka butuh waktu panjang untuk memberikan pengertian bahwa ideologi di Indonesia adalah Pancasila sebagai pedoman berbangsa dan bernegara.
“Jangan mudah terpengaruh, ingat pemahaman awal yang diajarkan orang tua, guru ngaji dan sekolah,” lugas Junaidi.
Pemahaman bela negara harus terus dipupuk dan gerakan peduli sosial perlu untuk selalu diajarkan sejak dini. Lunturnya pemahaman bela negara menjadi persoalan besar di Republik ini, seluruh elemen diharap dapat bersatu padu dalam membangun perspektif yang sama yakni Pancasila sehingga memunculkan kepekaan sosial.
Reporter: Nury Khoiril Jamil
Editor: Wildan Rofikil Anwar