DEKAN SYARIAH, DAKWAH KEBANGSAAN DIBUTUHKAN UNTUK PENGUATAN NKRI KITA
Media Center- Adanya Corona Virus Disease 19 (Covid-19) sebagai pandemi yang menyebar ke berbagai negara, tentu berdampak pada kegiatan keagamaan, ritual ibadah, dan dakwah dari para ulama terhenti. Namun, adanya perubahan masif di dunia digitalisasi, media online dijadikan peluang dalam berdakwah. Merespons dari hal itu, Pengurus Wilayah Lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama (PW LDNU) Jawa Timur menyelenggarakan webinar bertema “Problematika Dakwah Bagi Kalangan Milenial di Era Pandemi”. Acara berlangsung melalui aplikasi Zoom Meeting pada Selasa malam pukul 19.30 WIB (28/9).
Dalam kesempatan itu, menghadirkan para narasumber diantaranya Prof. Akh. Muzakki, M. Ag., Grand. Dip.SEA., M.Phil., Ph.D, Dr. K.H. Moch. Bukhori Muslim, Lc., MA, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. dan Dr. Nur Kholis Madjid sebagai Master Of Ceremony.
Dr. K.H. Ilhamullah Sumarkan, M.Ag., membuka acara ini dengan mengatakan bahwa acara ini merupakan respons positif NU terhadap konsistensi dakwah di masa pandemi.
“Dakwah itu mengajak untuk keimanan, berilmu dan menjadi terbaik. Hikmah itu bisa dilaksanakan di semua lini terutama media sosial. Tetaplah berdakwah dengan media yang ada dan cara terbaik,” tutur Ketua LDNU Jatim itu dalam sambutannya.
Penyampaian materi pertama disampaikan oleh Dr. K.H. Moch. Bukhori Muslim, Lc. MA., tentang inovasi dakwah secara online. Menurutnya, strategi dakwah itu lebih penting daripada materi, tetapi dai itu lebih penting daripada thariqah, dan ruh dai itu lebih baik daripada dai itu sendiri.
“Ada dua prinsip yang harus dipegang yaitu prinsip berkesinambungan seorang dai dan prinsip dinamis. Ambil yang baru dan baik serta aktif mengupayakan yang terbaik,” terangnya yang juga Sekretaris LD PBNU.
Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I., mengambil poin tentang strategi dakwah untuk penguatan keislaman dan kebangsaan di era digital 4.0. Dengan itu, Prof. Haris menguatkan bahwa dakwah yang sesungguhnya ada di semua lini kehidupan.
“Berdakwah tidak hanya mereka yang ada di panggung dan perguruan tinggi, tapi harus ada di semua lini. Maka saat ini dakwah yang dilakukan harus memakai beberapa sarana dan media,” ujar Guru Besar UIN KHAS Jember itu.
Selanjutnya, Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember itu mengungkap bahwa dakwah kebangsaan bertujuan menguatkan tujuan bersama. Dalam hal ini agar manusia bisa hidup berdampingan dan menyatu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan berdasarkan UUD NRI 1945.
“Dakwah kebangsaan diperlukan karena saat ini masih ada yang meragukan NKRI, adanya pendangkalan pemahaman keagamaan, dugaan eksklusifisme dan ekstremisme beragama, pudarnya nilai kebangsaan serta percepatan visi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” jelasnya sekaligus Wakil Ketua PW LDNU Jawa Timur.
Sebagai kaitannya dengan nasionalisme, dakwah harus menghindari sikap ekstrem yang mengarah pada tindak kekerasan dan teror umat yang berbeda. Dari hal ini, akan mudah dalam mewujudkan dakwah yang memberdayakan.
“Dakwah semestinya lebih pada penguatan pendidikan, ekonomi, sikap wasathiyah dalam beragama serta membangun jejaring dan kerukunan antar sesama, ”pungkas Dewan Pakar ABP PTSI Jawa Timur itu.
Di sisi lain, menurut Prof. Akh. Muzakki, M. Ag., Grand. Dip.SEA., M.Phil., Ph.D. mengungkapkan, peta jalan baru dakwah terdiri dari identifikasi masalah dan tantangan terkini, bottom line data melalui riset pasar, serta program aksi: dakwah jalan baru.
Adapun tantangan terkini yang harus dihadapi oleh para dai, yaitu generation gap, beragama di tengah consumer culture, beragama di tengah paku realistis, dan matinya kepakaran ilmu agama.
“Karakter generiasi milenial yang lebih menyukai visual dibandingkan tekstual, membuat pentingnya kedepan harus ada projek visualisasi dari ceramah para dai yang di convert di media sosial. Atau bisa dengan membentuk dai milenial, yang bekerja sama dengan Lakpesdam NU, IPNU, dan IPPNU sehingga menjadi influencer, atau endorseman dalam syiar agama,” tuturnya.
Acara yang dimoderatori Mahir Amin dengan jumlah peserta terdiri dari kaum akademisi dan pemuka NU itu berjalan secara aktif dengan adanya diskusi interaktif antara audiens dan pemateri.
Reporter: Siti Junita
Editor: Erni Fitriani