DEKAN SYARIAH SEBUT LIMA SILA PANCASILA SEBAGAI DASAR, CARA DAN TUJUAN BERMASYARAKAT DI INDONESIA
Media Center- Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa tidak hanya sebagai pedoman dalam hidup, namun juga mempunyai misi mengelola keindonesiaan yang majemuk. Indonesia menjadi rumah bagi semua orang yang turut membangunnya, hidup damai, tentram dan sejahtera.
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES) menggelar Seminar Nasional yang mengusung tema, "Hukum Indonesia Berkarakter Pancasila dari Berbagai Perspektif” dengan moderator Dr. Sri Indah Utari S.H, M.Hum. Acara ini berlangsung pada Rabu (29/6) secara online melalui aplikasi Zoom Meeting dan live Youtube mulai dari pukul 09.30-12.30 WIB.
Dalam sambutannya, Dr. Rodiyah, S.Pd., S.H.,M.Si. sebagai Dekan Fakutas Hukum UNNES menyatakan bahwa jika berbicara mengenai hukum di Indonesia berarti bicara dari segi karakteristiknya, baik secara sosiologi, kultur, antropologi bahkan norma sekalipun.
"Keunikan karakteristik hukum di Indonesia yang berdasarkan pancasila, maka dalam proses harmonisasinya adalah proses yang sangat luar biasa," tutur Dr. Rodiyah.
Dr. Ali Masyhar, S.H.,M.H sebagai Dosen dan Akademisi Fakultas Hukum UNNES menyatakan, secara singkat nilai hukum pancasila ditata dengan 3 pilar, yaitu pilar ketuhanan sebagai pilar utama, pilar kemanusiaan (humanistik) dan pilar kemasyarakatan.
"Tiga pilar utama inilah yang seharusnya menjadi catatan ketika peran mereka baik berada di legislatif atau yang berada pada aparat penegak hukum atau bahkan mereka pada lembaga eksekusi harus paham dengan pilar-pilar ini," ungkapnya yang juga pernah menempuh studi S3 di Universitas Gadjah Mada.
Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I memberikan tanggapan bahwa agama dan Pancasila adalah dua hal yang berbeda, tetapi tidak saling bertentang satu sama lain.
"Pancasila bukan agama, dan tidak bisa disamakan dengan agama. Akan tetapi semua sila dalam Pancasila sesuai dengan Syariat Islam maupun agama lain di Indonesia," pungkas Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember tersebut.
Pancasila dalam konteks keindonesiaan menjadi sumber pencerahan, sumber inspirasi, dan sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi di Indonesia. Melalui Pancasila, dapat tercapai negara yang makmur dan damai seperti disebutkan dalam Al-Quran pada surah Saba: 15, "Baldatun thoyyibatun warabbun ghafuur" yang bermakna ‘Negeri yang baik dan Rabb yang Maha Pengampun’.
"Bedanya Pancasila dengan hukum di dunia barat adalah karena Pancasila memiliki nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, di mana ini menjadi titik temu bahwa tidak ada pemisah antara Negara dan agama. Jadi tidak perlu ada pembentukan khilafah di Indonesia," tambah Prof. Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan Majlis Ulama Indonesia Propinsi Jawa Timur.
Prof Haris yang juga Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara ini juga menjelaskan bahwa sila Ketuhanan YME (ke-1), kemanusiaan yang adil dan beradab (ke-2) serta sila persatuan Indonesia (ke-3) adalah dasar bermasyarakat Indonesia. "Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan adalah cara bermasyarakat. Dan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah tujuan bermasyarakat. Semua sila ini yang menjadi karakter hukum di Indonesia," tukas guru besar UIN KHAS yang juga Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia.
Dr. Deni Setya Bagus Yuherawan, S.H., M.S. sebagai narasumber ketiga memaparkan bahwa masih terjadi kesenjangan konsep dan pelaksanaan di lapangan utamanya pada praktik hukum pidana di sistem hukum berkarakter Pancasila.
"Tiada proses hukum pidana baik pembuatan maupun pelaksanaan yang tidak dipengaruhi kepentingan politik dominan," pungkas Wakil Rektor 1 Universitas Trunojoyo Madura.
Implementasi asas demokratis dalam politik hukum pidana akan melahirkan peraturan atau undang-undang yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, sebaliknya jika ditunggangi dengan politik otoriter akan timbul adanya kekuasaan absolut.
Reporter: Arinal Haq
Editor: Erni Fitriani