DEKAN SYARIAH UIN KHAS JEMBER JELASKAN STATEMENT MENAG TENTANG PENERTIBAN TOA ADZAN
Media Center - Dekan Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil.I turut angkat bicara terkait Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas.
Prof. Haris menyebutkan bahwa Surat Edaran Kemenag No. 05/2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushala diterbitkan dalam rangka penertiban agar suara yang dihasilkan benar-benar efektif dan efisien, sehingga menciptakan suasana damai dan tentram serta membangun harmoni di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang plural.
''Tidak ada larangan sama sekali. Surat Edaran itu hanya upaya untuk menertibkan toa adzan saja dengan volume suaranya. Masyarakat perlu untuk menyimak dengan cermat surat edaran aslinya. Jangan langsung percaya yang sudah viral di medsos tanpa klarifikasi langsung ke sumber aslinya, yaitu surat edaran Menteri Agama RI" ujar Prof. Haris di kediamannya pada Minggu, (27/2/2022).
Meski diakui oleh Prof. Haris, bahwa kearifan lokal di masing-masing tempat nanti akan menjadi pijakan masyarakat dalam penerapan SE tersebut. “Dalam praktik, nanti kearifan lokal (local wisdom) yang akan banyak dijadikan pijakan masyarakat”, ujar Prof. Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan Majlis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur tersebut.
Berkaitan dengan pernyataan Menag, menurut Prof. Haris tidak ada pernyataan yang menunjukkan adanya perbandingan antara adzan dengan gonggongan anjing.
"Kalau kita pahami secara seksama, yang ada adalah ilustrasi yang menunjukkan bahwa kita perlu membuat regulasi yang mampu menciptakan ketertiban bersama," tutur Prof. Haris yang juga Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) se-Indonesia.
Meski tidak semua harus diatur, menurut Prof Haris, soal toa adzan termasuk hal yang diatur oleh Kementrian Agama RI.
"Kalau kita merujuk pada prinsip dalam undang-undang, tidak semua hal yang diatur. Saya melihat bahwa penertiban soal toa adzam dalam masjid termasuk hal yang perlu diatur," pungkas Wakil Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Dakwah NU Jatim.
Hanya saja, sebagai pejabat publik, Menteri Agama RI –termasuk pejabat publik yang lain—agar lebih berhati-hati untuk memberikan statemen karena statemen ini akan banyak orang yang berbeda latar pendidikan dan keawamannya. “Kalau di masyarakat, mulai yang awal hingga yang pintar, semua ada. Nah, ini yang harus diantisipasi agar bahasa yang digunakan bahasa yang mudah dipahami banyak orang dan tentu tidak mudah dipelintir orang”, ujar Prof. Haris yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember.
Reporter : M. Irwan Zamroni Ali.
Editor : Basuki Kurniawan