DISKUSI SIMPOSIUM HUKUM UNGKAP REVISI UU PERKAWINAN BERPOTENSI TIMBULKAN LONJAKAN DISPENSASI KAWIN
Media Center- Sebagai respon dari adanya era Pandemi Covid-19, beserta berbagai dampak yang ditimbulkan, Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Hukum Keluarga UIN KH Achmad Siddiq Jember lakukan kolaborasi dengan HMPS Hukum Keluarga Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura gelar Simposium Hukum bertema “Perceraian di Masa Pandemi Covid-19 Perspektif UU No. 16 Tahun 2019” yang berlangsung secara virtual pada Sabtu (18/9) pukul 09.00 WIB.
Pada simposium hukum kali ini, mengundang Yanto Hasyim, S.H.,M.H selaku dosen UIN KHAS Jember sekaligus advokat dan Dr. Umi Supraptiningsih, M. Hum dosen IAIN Madura. Dimoderatori oleh Laili Zainab sera dihadiri lebih dari ratusan peserta dengan antusias.
“Agar selalu ditingkatkan kegiatan seperti ini, karena sangat bermanfaat, khususnya terhadap penguatan hukum keluarga,” ungkap Dr. H. Ahmad Junaidi M.Ag, Kaprodi Hukum Keluarga (HK) UIN KHAS Jember.
Begitu juga Abdul Jalil M.H.I. selaku Kaprodi HKI IAIN Madura sangat mengapresiasi kolaborasi kedua perguruan tinggi (UIN KHAS Jember dan IAIN Madura) dan berharap tetap solid dalam pengembangan ilmu hukum keluarga islam.
“Kami berharap agar acara ini dapat memberikan tambahan wawasan bagi peserta yang telah hadir, terlebih korelasi antara tema dan keadaan pandemi yang berkaitan satu sama lain,” lugas Naila Margaretha Ketua HMPS HK UIN KHAS Jember.
Ali Topan selaku Ketua HMPS HKI IAIN Madura berharap agar audiens dapat memahami materi yang disampaikan hingga dalam implementasi ilmu yang didapat dalam acara tersebut.
Dalam materinya, Yanto berpandangan bahwa perceraian merupakan konsekuensi logis terhadap kegagalan perkawinan. Jadi, rumah tangga yang gagal akan menimbulkan perceraian. Namun, tidak setiap kegagalan harus berakhir menjadi perceraian, hal ini mengacu pada kecakapan antar pihak dalam berkomunikasi.
Ia menambahkan, salah satu alasan dibolehkannya seseorang untuk mengajukan perceraian, yakni faktor pertengkaran yang terus-menerus. Baik disebabkan karena ekonomi, komunikasi kurang baik dan hal lain, maka baik laki-laki maupun perepmpuan berhak mengajukan perceraian.
“Selain problem yang ada di undang-undang, ada problem lain yang harus diperhatikan, yakni pentingnya komunikasi yang baik. Apabila segala masalah dalam keluarga dapat diselesaikan dengan baik melalui komunikasi, maka dapat meminimalisir timbulnya pertengkaran.” tegas Yanto yang juga Advokat sekaligus anggota Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
Umi Supraptiningsih, dosen yang juga anggota Asosiasi Mediator Syariah, ia setuju bahwa perceraian selalu menduduki tingkat tertinggi, baik yang diajukan oleh isteri, maupun suami. Ia menambahkan, justru dengan UU No. 16 Tahun 2019 akan menimbulkan banyak terjadinya dispensasi kawin di masyarakat. Meski pada dasarnya lonjakan angka perceraian terjadi pasca penerapan new normal masa pandemi Covid-19.
Menurutnya, faktor ekonomi melatarbelakangi timbulnya banyak perceraian di masyarakat. Sehingga, diperlukannya berbagai kesiapan yang tidak hanya mempelajari hal-hal teori seperti hak dan kewajiban saja, melainkan juga pendalaman tentang kesejahteraan ekonomi, sehingga dapat meminimalisir terjadinya perceraian.
Reporter: Faisol Abrori
Editor: Nury Khoiril Jamil