DIUNDANG DARING SEKOLAH PEMILU DEMA FSH SE-INDONESIA, DEKAN SYARIAH AJAK MAHASISWA PERANGI POLITIK UANG
Media Center Dekan Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I., menjadi narasumber dalam acara Pelantikan Pengurus Pusat dan Rapat Kerja Nasional Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah se-Indonesia dengan tema "Tantangan Pemilu 2024: Money Politic sebagai Kejahatan Extra Ordinary Crime".
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Badan Pengawas Pemilu RI (Bawaslu), Lolly Suhenty, S.Sos.I., M.H sebagai keynote speaker serta Ketua KPU Banyu Asin Sumatera Selatan, Nurul Mubarok sebagai narasumber kedua. Acara yang diinisiasi oleh UIN Raden Fatah Palembang berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting pada Selasa (8/11) sejak pukul 11.00-12.00 WIB.
Menjelang pemilu 2024, perlawanan terhadap praktik politik uang terus digaungkan. Akan tetapi, menurut Prof. Haris, pemilu 2024 tidak akan lepas dari politik uang jika masyarakat Indonesia tidak turut melakukan perubahan itu sendiri.
"Pemilu 2024 itu tidak akan bersih dari politik uang jika kita tidak ikut serta melakukan perubahan itu sendiri," tuturnya Prof. Haris yang juga Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN se-Indonesia.
Menurut Prof. Haris, politik uang merupakan upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters).
"Jika kemarin kita mengalami wabah pandemi Covid-19, tahun 2024 nanti akan menghadapi wabah politik uang mulai Pemilu, Pilkada, dan Pilkades. Politik uang selalu mengabaikan visi-misi dan program calon Presiden, DPR-RI, DPD-RI, gubernur dan pemangku jabatan lainnya," tambahnya lagi.
Lebih lanjut, Prof Haris juga mengungkapkan terdapat 4 kategori politik uang berdasarkan waktu kejadian. Di antaranya, politik uang pada saat pemungutan suara, pada saat kampanye, pada saat tenang dan pada hari pemungutan suara.
"Masyarakat yang sudah kena politik uang menjadi tidak kritis. Akibatnya, mereka akan merasakan sendiri jika tidak kritis terhadap penguasa," jelas Guru Besar UIN KHAS Jember tersebut.
Berikutnya, kata Prof. Haris, untuk melawan politik uang dapat dilakukan dengan cara mengedukasi masyarakat semaksimal mungkin agar tidak menerima apapun dari pihak tertentu yang ada kaitannya dengan pemilu. Dalam hal ini dapat dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan menggandeng mahasiswa untuk terjun secara masif kepada masyarakat.
"Mahasiswa bisa merapat ke KPU dan membantu melakukan edukasi politik kepada masyarakat dengan menggandeng partai politik dan mahasiswa di seluruh Indonesia," tutur Ketua PP Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (PP APHTN-HAN).
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusulkan agar politik uang dikategorikan sebagai Extra Ordinary Crime atau kejahatan luar biasa. Extra Ordinary Crime adalah kejahatan-kejahatan luar biasa yang berdampak negatif tehadap kehidupan manusia. Adapun kejahatan yang dimaksud termasuk korupsi, pemusnahan ras, pembunuhan dan sebagainya.
"Ada usulan dari Bawaslu agar politik uang dimasukkan ke dalam kategori extra ordinary crime, akan tetapi sampai saat ini politik uang sebagai Extra Ordinary Crime masih menjadi wacana," pungkas Prof. Haris yang juga Ketua PP Asosiasi Dosen Pergerakan IKA PMII.
.
Reporter: Tia Amalia
Editor : Arinal Haq