JELANG AKHIR TAHUN 2021, DEKAN SYARIAH JADI NARASUMBER MAHKAMAH KONSTITUSI DAN MPR RI
Media Center, 2 Januari 2021
Dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang berada di lingkungan kekuasaan kehakiman di Indonesia yang baru dibentuk pasca amandemen 1945. Dasar hukum pembentukan Mahkamah Konstitusi, secara eksplisit termaktub pada Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C ayat (1) sampai ayat (6) UUD 1945.
Berlandas pada hal tersebut, dipenghujung tahun 2021, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menggelar kegiatan Rapat Koordinasi Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara (APHTN/HAN) yang bertema "Refleksi Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Konstitusional Mahkamah Konstitusi Tahun 2021 dan Proyeksi Tahun 2022".
Acara spektakuler ini digelar pada hari minggu-senin (26-27/12) di Hotel Grand Valonia, Jember. Selain itu, acara ini juga merupakan agenda “Peluncuran Icon Hak Konstitusional Warga Negara” kerjasama Mahkamah Konstitusi dan APHTN/HAN Tahun 2021. Dihadiri oleh 30 narasumber dari berbagai provinsi dan perguruan tinggi di penjuru Indonesia yang telah menyandang beragam gelar akademik.
Ketua Mahkamah Konstitusi, Dr. Anwar Usman, S.H., M.H. sebagai Keynote Speech dalam Rapat Koordinasi ini. Tertata dalam beberapa Sesi Rapat Koordinasi APHTN-HAN, di antaranya yakni penyusunan draft Materi Refleksi dan Proyeksi, FGD Refleksi Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan MK Tahun 2021 dan Proyeksi Tahun 2022, dilanjut dengan Finalisasi Hasil FGD Refleksi Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan MK Tahun 2021 dan Proyeksi Tahun 2022.
Dalam paparannya, Prof Haris mengusulkan beberapa hal terkait Mahkamah Konstitusi. Misalnya mekanisme judicial review yang satu atap. Artinya judicial review cukup ke Mahkamah Konstitusi, tidak perlu ke Mahkamah Agung. “ Selain itu, kita juga mengusulkan agar Mahkamah Konstitusi menjadi constitusional complain”, ujar Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Adminstrasi Negara (APHTN-HAN).
Sementara itu, pada tanggal 28-29 Desember, Dekan Syariah diundang menjadi Nara Sumber Majlis Permusyawaratan Rakyat RI. Terkait penaatan kelembagaan Negara tahun 2022. Sebagaimana kita tahu, penataan lembaga negara merupakan hal yang sangat urgent. Kinerja negara dapat dipandang dari tertata dan berjalannya suatu lembaga yang ada di dalam negara. Apabila lembaga negara tertata rapi, kinerja negara akan berjalan harmonis dan dinamis sesuai harapan.
Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I., Guru Besar yang juga Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN se-Indonesia didapuk menjadi salah satu narasumber dalam acara ini. Dalam forum rapat menyampaikan bahwa, konsistensi sangat dibutuhkan dalam penataan lembaga negara. Fakta di lapangan yang terjadi, istilah dan terma yang digunakan tidak konsisten dan multitafsir. Hal ini sangatlah mengancam terlaksananya kenegaraan yang berjalan baik.
“Terdapat penyebutan sebagai pejabat negara bagi orang yang menduduki jabatan pada lembaga negara tertentu seperti disebutkan dalam UU yang telah diatur. Namun, dalam beberapa UU lain yang mengaturnya tidak dinamakan pejabat negara,” tuturnya yang juga Ketua Umum Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara seluruh Indonesia.
Menurutnya, terdapat dua hal yang berkelindan dalam penyelenggaraan lembaga negara. Pertama, organ yang digunakan sebagai bentuk atau wadah. Kedua, fungsi adalah isinya. Organ dinilai bersifat statis, sementara fungsi adalah gerakan dinamis guna menjalankan maksud dari pembentukannya.
“Lembaga negara ada yang secara eksplisit diatur dalam konstitusi, akan tetapi ironisnya beberapa lembaga yang diatur dalam undang-undang tidak disebut lembaga negara, padahal jelas-jelas keberadaannya tertulis dalam konstitusi,” tegas Prof. Harisudin yang juga Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Seluruh Indonesia.
Secara jelas dan telah termaktub dalam konstitusi ada dua lembaga di Indonesia, yaitu lembaga negara dan lembaga independen. Di antara lembaga independen yang dimaksud adalah KPK, KPU dan Bawaslu, Kominfo, Ombusman RI, Komnas HAM, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Terbentuk 8 lembaga negara sejak terjadi amandemen UUD 1945, MPR, DPR, DPD, Presiden & wakinya, MA, MK, BPK, dan KY. Penataan batang tubuh dari setiap organ lembaga negara terkesan perlu adanya perbaikan.
Beberapa catatan yang disorot oleh Prof. Harisudin, salah satunya ialah mengenai penataan lembaga negara yang masih terkesan kaku dan kurang adanya penyesuaian. Perlunya mempertimbangkan ulang MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara karena faktanya yang mengangkat presiden dan wakil presiden, menetapkan dan merubah undang-undang, perlunya penguatan DPD RI dengan kewenangan membuat undang-undang yang berbasis pada aspirasi masyarakat yang bersifat kedaerahan.
Repoter: Sindy Meikasari
Editor: Nury Khoiril Jamil