KETUA KPU RI SEBUT KEMAJEMUKAN DAN KEARIFAN LOKAL DAERAH KHUSUS TANTANGAN PEMILU ASIMETRIS
Media Center - Sistem Pemilu Asimetris menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, praktisi, politisi, hingga akademisi. Isu tersebut kemudian dibahas dalam Webinar Nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, pada Rabu (13/07) melalui aplikasi Zoom Meeting dengan tema “Pemilu Asimetris dalam Bingkai Konstitusi di Indonesia
Webinar yang dimoderatori oleh Dr. Hj. Qurrotul Utun, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Syariah UIN KHAS Jember) tersebut menghadirkan narasumber yang ahli di bidang sistem Pemilu di Indonesia yakni Hasyim Asyari, S.H., M.Si., Ph.D. yang juga ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia tahun 2022-2027.
Dihadiri ratusan peserta dari berbagai kalangan, Webinar tersebut turut mengundang Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M. (Rektor UIN KHAS Jember) dan Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I (Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember).
Berkaitan dengan Pemilu Asimetris, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil. I., Dekan Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember ini menyampaikan definisi Pemilu Asimetris dan hubungannya dengan daerah yang belum matang secara demokrasi.
Pemilu yang asimetris ialah pemilihan yang mekanismenya berbeda atau terdapat pengecualian sistem pada daerah yang khusus seperti Aceh, DKI Jakarta, Papua dan Yogyakarta. Saat ini sedang diusulkan mengenai daerah yang belum memiliki kematangan demokrasi untuk tidak perlu diselenggarakan pilkada yang justru menimbulkan chaos di masyarakat. Pemilu Asimetris yang saya sebut terakhir ini menjadi isu yang menarik untuk dikaji, tutur Dekan sekaligus Ketua Tim Seleksi KPU Jawa Timur Wilayah VII Periode 2019-2023 tersebut.
Sementara, Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M. menyampaikan selayang pandang terkait Pemilu Asimetris yang direncanakan untuk terlaksana pada tahun 2024.
Menarik untuk dibincangkan, karena semua warga punya hak yang sama dalam Pemilu. Pelaksanaan calon-calon di Pilpres misalnya ditentukan oleh gabungan partai, ini perlu didiskusikan bersama, ungkap Rektor UIN KHAS Jember tersebut.
Dalam pemaparan materi, Hasyim Asyari, S.H., M.Si., Ph.D. menyatakan 4 aspek penentu sistem Pemilu Indonesia yang fokus pada mayoritas suara maupun proporsional.
“Empat aspek tersebut ialah daerah pemilihan dan alokasi, mekanisme pencalonan, metode pembuktian suara, dan rumus kemenangan, ucap Ketua KPU RI yang dilantik pada 12 April 2022 tersebut.
Lebih lanjut, Hasyim Asyari mengaitkan empat aspek dengan pemilu asimetris di DKI Jakarta, Jogjakarta, Aceh, dan Papua.
“Dalam mekanisme pencalonan misalnya, terdapat syarat fasih membaca Al-Quran di Aceh bagi calon, hal ini tidak ada dalam undang-undang melainkan di Qanun Aceh. Artinya, terdapat mekanisme khusus atau asimetris dengan daerah lain, imbuh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Diponegoro.
Terakhir, Hasyim Asyari juga memaparkan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Pemilu asimetris di Indonesia.
Kemajemukan masyarakat, kearifan lokal, dan regulasi Pemilu dalam konteks tertib administrasi menjadi tantangan dan hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Pemilu asimetris, pungkas peneliti disertasi Konsolidasi Menuju Demokrasi: Kajian Tentang Perubahan Konstitusi dan Pilihan Raya 2004 di Indonesia tersebut.
Reporter : Silvia Faizzatur Rosida
Editor : Arvina Hafidzah