K.H. NAJIB BUCHORI: APAKAH BITCOIN ITU HALAL?
Media Center - Guna memperdalam keilmuan serta membangun semangat generasi muda dalam bidang hukum, Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Hukum Ekonomi Syariah adakan Webinar Nasional dengan tema “Mengenal Lebih Jauh Bitcoin dalam Aspek Finansial dan Komoditi”. Webinar Nasional yang merupakan bentuk sinergi antara HMPS HES UIN KHAS Jember dengan HMPS HES UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini dilaksanakan pada Jumat (29/10). Webinar ini dimoderatori oleh Muhammad Reza Saputra, Sekretaris Umum HMPS HES UIN KHAS Jember.
Dalam aara hadir Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Prof. Dr. M. Noor Harisuddin, M.Fil.I, Kaprodi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Dr. Fakhruruddin, M.H, Ketua Umum HMPS HES UIN KH Achmad Siddiq Jember, Abdul Wafi, Ketua Umum HMPS HES UIN Malang, Ahmad Raihan serta menghadirkan KH Najib Buchori, Lc.MA., Bendahara Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai nara sumber dalam acara tersebut.
Abdul Wafi, Ketua Umum HMPS HES UIN KH. Achmad Siddiq Jember mengungkapkan bahwa acara seperti sangat penting untuk diadakan.
“Pengetahuan dan pengalaman adalah hal yang sangat penting, pengetahuan didapat salah satunya dengan diadakannya webinar ini,” pungkas Abdul Wafi.
Senada dengan yang diungkapkan oleh Wafi, Ahmad Raihan Ketua Umum HMPS HES UIN Malang menyatakan bahwa webinar ini adalah kegiatan yang penting dengan tujuan yang baik.
“Tujuan diadakannya webinar ini adalah untuk mengetahui lebih jauh, menambah wawasan keilmuan. Semoga dengan diadakannya kegiatan ini Mahasiswa HES bisa bersatu dalam naungan wadah masing-masing maupun global.”
Kaprodi UIN Malang Dr. Fakhruruddin, M.H juga sangat berbahagia atas terselenggaranya kegitan ini. Kegiatan ini memberikan segala solusi hukum tentang perkembangan ekonomi salah satunya Bitcoin.
“Hari ini adalah hari yang bersejarah karena untuk pertama kalinya kita bisa berkolaborasi menyelenggarakan webinar. Ini membuktikan bahwa, semua yang diciptakan Allah itu tidak ada yang bathil, dengan adanya pandemi akhirnya kita bisa mengadakan acara yang tidak terbatas. Itulah hikmah dengan adanya pandemi. Tetapi, kita tetap berdoa semoga pandemi segera berakhir dan bisa segera bertemu secara langsung,” ujar Kaprodi UIN Malang.
Prof. Dr. M. Noor Harisuddin, M.Fil.I sangat mengapresiasi kegiatan kolaborasi ini. Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN se-Indonesia ini berharap acara ini akan terus berlangsung terutama untuk memperkuat keilmuan berbasis kesyariahan.
“Hukum ekonomi syariah menjadi pilar kompetensi mahasiswa di bidang syariah. Perubahan STAIN ke IAIN lalu ke UIN (Jember: Red) tidak boleh meminggirkan kesyariahan. Kami tetap ingin Fakultas Syariah menonjolkan kesyariahannya dengan tema-tema yang up date di masa sekarang misalnya Bitcoin, Pinjaman Online, dan sebagainya.” tegas Dekan Fakultas Syariah yang juga Ketua Pengurus Pusat (PP) Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukud Adminstrasi Negara (APHTN-HAN).
Dalam paparannya, KH. Najib Buchori, Lc.M.A., mengawali materinya dengan sejarah uang.
“Sejarah uang dari sistem barter lalu emas lalu mulai dikenal uang kertas underlying emas, dilanjut dengan uang kertas berbasis kepercayaan, kemudian uang elektronik underlying uang kertas. Perkembangan paling mutakir yakni uang digital yang tidak memiliki underlying atau back up yakni crypto currency, salah satunya Bitcoin. Orang percaya bahwa Bitcoin adalah uang karena berharga walaupun tidak diketahui bentuk fisiknya,” jelasnya.
Penjelasan semakin mendalam ketika membahas mengenai kategori dan kehalalan Bitcoin. Beliau menjelaskannya dengan sangat rinci karena menurut beliau hal ini merupakan salah satu yang lumayan rumit untuk dipahami.
“Dalam Hukum fikih dikenal istilah Maal. Maal ada dua jenis yakni umlah (mata uang) dan sil’ah (uang/komoditi). Ciri dari umlah yakni diterbitkan oleh pemerintah dan bersifat stabil. Dari kedua ciri tersebut bitcoin tidak masuk kedalam keduanya sehingga tidak bisa disebut sebagai umlah. Lalu, sil’ah, sil’ah harus memiliki manfaat pada dirinya sendiri, contohnya beras langsung dikonsumsi, bitcoin tidak bisa dikatakan sebagai sil’ah karena tidak bisa dikonsumsi dengan bendanya itu sendiri. Oleh karenanya Bitcoin tidak masuk dalam kedua kategori di atas,” tutur Bendahara Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
KH. Najib Buchori juga berpendapat bahwa Bitcoin tetap disebut sebagai kekayaan atau harta. Sesuai dengan definisi harta yakni semua yang dianggap berharga oleh masyarkat atau sebagian masyarakat, bitcoin ini adalah kekayaan karena berharga bisa digunakan untuk membeli produk Microsoft, tesla, dan lain sebagainya.
“Perlu untuk mengkaji kembali bahwa pembagian harta untuk Bitcoin, yakni ditambah bagian antara, satu sisi mirip umlah, satu sisi mirip sil’ah karena Bitcoin ini adalah maal/kekayaan,” ujarnya.
Berbicara tentang kehalalan, menurutnya tidak ada yang salah dengan Bitcoin. Tidak ada Gharar maupun maysir seperti berita yang beredar. Beliau menyatakan bahwa yang harus diantisipasi adalah bagaimana bentuk-bentuk uang dalam crypto. Najib Buchori berharap bahwa crypto dapat didorong menjadi mata uang agar menjadi umlah yang memenuhi syarat dan kedepannya crypto harus stabil.
“Menurut saya, crypto akan menjadi mata uang yang demokratis dan menjadi keuntungan bagi ekonomi Islam,” tegas Najib Buchori diakhir penjelasannya.
Reporter: Robiatul Adawiyah
Editor: Izzah Qotrun Nada