LAHIRNYA PERATURAN DANA ABADI PESANTREN GUNA DORONG KESEJAHTERAAN PESANTREN DI INDONESIA
Media Center - Pasca disahkannya Peraturan Presiden UU No. 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren mengenai Dana Abadi Pesantren, menuai pro dan kontra. Untuk mengkaji lebih dalam, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember mengadakan webinar nasional dengan mengusung tema, "Pesantren Pasca Perpres Dana Abadi Pesantren". Acara berlangsung secara virtual melalui zoom meeting dan live streaming youtube pada Sabtu, pukul 09.00 WIB (30/10).
Narasumber dalam acara tersebut Dr. Basnang Said, S.Ag, M.Ag (Kepala Subdit Pendidikan Pesantren Dit PD Pontren Ditjen Pendidikan Islam), Zainul Milal Bizawie (Sejarawan Santri dan Penulis Buku Laskar Ulama Santri dan Resolusi Jihad), Dr. KH. Muhyiddin Khatib, M.HI (Ketua Tanfidziyah PC NU Situbondo), Fathor Rahman, M.Sy (Direktur Ma'had Al-Jamiah UIN KHAS Jember), dan dimoderatori oleh Dwi Hastuti, MPA (Dosen Fakultas Syariah UIN KHAS Jember). Dalam acara tersebut turut hadir Rektor UIN KHAS Jember, Prof. Dr. Babun Suharto, SE, MM. dan Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Prof. Dr. M. Noor Harisudin M.Fil.I.
Acara ini untuk mendiskusikan langkah strategis bagaimana memaksimalkan pendanaan pesantren sebagai kekuatan di masa depan. Pesantren akan semakin baik, semakin maju, dan menyejahterakan umat. Jika tidak dipersiapkan dari sekarang, bisa berbalik melemahkan pesantren.
"Semoga dari webinar ini nantinya memberikan solusi dan rekomendasi bagaimana langkah bagi pemangku jabatan di pesantren lakukan pasca Perpes pendanaan pesantren," ungkap Prof. Haris yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam.
Adanya pendanaan pesantren dari pemerintah, juga perlu diimbangi dengan kesiapan manajemen modern, terlebih dalam pengelolaan keuangan. Namun jangan sampai hal ini menghilangkan kemandirian dan jati diri pesantren. Ciri khas pesantren harus tetap ada meskipun mendapat pandangan-pandangan baru dari luar. Ada Empat (4) pilar yang sering disampaikan oleh Kiai Ahmad Siddiq, ulama karismatik yang namanya diabadikan menjadi kampus UIN KHAS Jember.
"Empat (4) pilar tersebut adalah melaksanakan sholat berjamaah, membaca Al-Qur?an, membaca sholawat, tidak mendzolimi sesama," pungkas Prof. Babun yang meraih penghargaan Rektor MURI pada Hari Santri Nasional (22/10).
Materi pertama disampaikan oleh Dr. Basnang Said, S.Ag, M.Ag tentang bagaimana menjalankan Perpres pesantren dan pemberdayaan masyarakat serta bagaimana pesantren di masa depan. Di Indonesia terdapat 31.385 pesantren dengan jumlah total santri 4.352.607 santri. Pesantren bukan sekadar pusat pendidikan, melainkan pusat dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi pemberdayaan masyarakat, pesantren berorientasi peningkatan dan kesejahteraan pesantren dan masyarakat di sekitarnya.
Pemerintah tengah mendorong Program Akselerasi Ekonomi Kerakyatan Berbasis Pesantren dan komunitas dengan harapan dapat membantu kebangkitan ekonomi nasional. Namun pesantren memiliki beberapa tantangan masalah ekonomi. Literasi finansial masih belum menjangkau pesantren, di antaranya seperti pencatatan keuangan, akses permodalan, dan perbankan syariah.
“Problem keuangan di pesantren umumnya ketika dimintai Laporan Pertanggungjawaban di pondok tidak ada,” tutur Dr. Basnang.
Materi kedua disampaikan oleh Zainul Milal Bizawie tentang pentasharrufan dana abadi pesantren. Ada sekitar 70,1 triliun akumulasi dana abadi dengan perincian 61,1 triliun dana abadi pendidikan, 4,99 triliun dana abadi penelitian, 3 dana abadi untuk perguruan tinggi, dan 1 triliun untuk kebudayaan. Sementara itu, dengan jumlah dana abadi pendidikan yang demikian besar, maka perlu adanya jasa pendampingan bagi pesantren dalam pengelolaan keuangan.
"Saya kira poin yang cukup penting dalam langkah yang perlu diambil oleh pesantren adalah menyediakan jasa pedampingan. Baik jasa pendampingan secara teknis maupun dalam networking. Karena banyak pesantren yang tidak mau repot dengan masalah teknis,” jelas Zainul Milal.
Penyampaian materi ketiga oleh Fathor Rahman, M.Sy tentang refleksi hubungan pesantren dan negara. Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Pesantren merupakan representasi peradaban raksasa yang dibentuk sejak 14 abad silam yang melintasi sejarah hingga saat ini. Sosial budaya di pesantren tidak hanya memproduksi ortodoksi, melainkan juga ortopraksi yang merembes dalam ruang sosial yang lebih luas sehingga terbentuk nuansa masyarakat islamicate di Indonesia.
"Transformasi teknologi yang berkembang cepat tanpa diimbangi dengan transformasi sosio-kultural, maka yang terjadi hanyalah akan memperluas dan mempercepat interaksi yang destruktif," tutur Fathor Rahman.
Materi terakhir disampaikan oleh Dr. KH. Muhyiddin Khatib, M.HI, menurutnya dana abadi pesantren bukan termasuk bantuan melainkan sebuah penghormatan negara kepada pesantren untuk menguatkan sisi sosiokultural atas kontribusi pesantren untuk bangsa.
"Dana abadi pesantren bukan termasuk bantuan melainkan sebuah penghormatan negara kepada pesantren untuk menguatkan sisi sosiokultural atas kontribusi pesantren untuk bangsa, Selama ini, pesantren mendapatkan dana dari masyarakat dan ini pun seyogyanya ditunjukkan secara transparana atau terbuka. Namun, bukan berarti ingin mendapatkan dana lalu mendirikan pesantren. Tapi pendirian pesantren berdasarkan keinginan masyarakat" Pungkasnya.
Reporter : Arinal Haq
Editor : Wildan Rofikil Anwar