LITERASI DIGITAL PERGURUAN TINGGI, DEKAN: BUDAYA DIGITAL HARUS BERLANDAS PADA PANCASILA DAN BHINNEKA TUNGGAL IKA
Media Center – Gerakan Literasi Pandu Digital Indonesia 2022 bersama UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember kembali gelar acara yang bertemakan “Literasi Digital yang Cerdas dan Mencerahkan di Perguruan tinggi.” Acara tersebut diadakan secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting pada Senin (03/10).
Dalam materinya, M. Rizal Saanun sebagai Digital Trainer memaparkan bahwa dalam menguasai platform digital harus mempertimbangkan 4 hal penting, diantaranya mampu mengetahui platform digital saat ini, memahami platform yang dikembangkan, mampu menggunakan dari segala fitur platform, dan evaluasi pemanfaatan platform yang digunakan.
“Dalam kompetisi digital ada 4 hal yang harus dikuasai, yakni mampu mengetahui, memahami, menggunakan, dan mengevaluasi,” jelasnya yang juga Fasilitator Pandu Digital Indonesia.
Bagi Rizal, dalam pengembangan kemampuan digital perlu dibubuhi skill yang dikuasai sehingga dapat memicu perkembangan kemampuan digital yang digeluti.
“Jika kita hanya menjadi talenta digital saja tanpa diimbangi dengan skill yang ada, maka kita tidak akan bisa berkembang dan tenggelam dalam zona nyaman.” tambahnya.
Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. sebagai Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember menyampaikan bahwa digitalisasi budaya dapat memudahkan aktivitas manusia, disisi lain juga terdapat tantangan yang harus dihadapi. Menurut Prof. Haris pesatnya budaya digital saat ini mengikis budaya wawasan kebangsaan.
“Wawasan kebangsaan kabur disebabkan tantangan budaya digital yang ada disekitar kita. Sehingga perlu internalisasi nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital,” tutur Prof. Haris yang juga Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN se-Indonesia.
Lebih lanjut, Prof Haris juga mengungkapkan bahwa seringkali terjadi kejahatan dalam kawasan mahasiwa, yakni plagiasi tulisan. Hal tersebut harus dihindari, misalnya dalam pembuatan makalah meniru tulisan yang sudah ditulis sebelumnya tanpa adanya paraphrase (menulis kembali).
“Pelanggaran hak cipta merupakan kejahatan yang sering dilakukan mahasiswa. Misalnya dalam pembuatan makalah atau karya ilmiah lainnya dengan meng-copy-paste tulisan baik berupa jurnal maupun e-book.” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris PWNU DIY, Muhammad Mustafid, S.Fil. menyampaikan bahwa di era digitalistik saat ini memberikan suatu perubahan kehidupan yang sangat pesat. Aktivitas-aktivitas masyarakat dalam keseharian saat ini dapat dijalankan melalui peran digital belaka.
“Saat ini terjadi transformasi besar-besaran, yakni dari manusia jagat nyata terhadap manusia jagat maya,” tuturnya yang juga Sekretaris Nur Iman Foundation Mlangi Yogyakarta,
Mustafid juga menambahkan bahwa pesatnya penggunaan digital saat ini masih cenderung dimanfaatkan sebagai tindak kriminal. Hal ini tentu disebabkan kurangnya kesadaran dan pemahaman terhadap batasan-batasan penggunaan IT sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang IT.
“Karena kurangnya kesadraan dan pemahaman terhadap batasan penggunaan IT, dunia digital kita masih diwarnai oleh penipuan, ujaran kebencian, provokasi dan diskriminasi. Sehingga perlu adanya skill dan etika dalam dunia digital,” pungkasnya.
Acara yang dimoderatori oleh Minarti Ayu ini dimeriahkan oleh ratusan peserta yang terdiri dari akademisi, masyarakat umum dan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi.
Reporter: Ramdhan Harisudin
Editor: Siti Junita