NASUM DI UNIV. BORNEO TARAKAN, DEKAN SYARIAH TEKANKAN BAHASA HUKUM DALAM PENYUSUNAN PERDA
Media Center- Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I., menjadi narasumber dalam acara Workshop yang bertajuk “Pelatihan Penyusunan Produk Hukum Daerah dan Program Legislasi Daerah” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan, pada (Kamis-Jumat, 14-15/10) secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting.
Dalam acara tersebut, juga dihadiri oleh para narasumber hebat yaitu Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D., (Direktur Eksekutif Paguyuban HAM), Dr. Mia Kusuma Fitriani, S.H., M.Hum (Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya), Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M (Direktur Pusako), Dr. Yahya Ahmad Zain, S.H., M.H (Dekan FH UBT) dan Dr. Nuraisikin, S.HI., M.H (Wakil Dekan FH UBT).
Selanjutnya, sebagai narasumber dalam acara tersebut, Prof. Harisudin menyampaikan pembahasan tentang Penormaan dan Ragam Bahasa dalam Produk Hukum Daerah dan Legislasi pada Jumat, (15/10) pukul 08.00 WIB-09.00 WIB.
Dalam pemaparan materinya diawal, Prof. Harisudin memberikan catatan penting bahwa dibutuhkan kecermatan dan ketelitian untuk membuat bahasa Undang-Undang yang mudah dipahami, agar dalam memaknainya tidak keluar dari pemahaman yang semestinya. Berikut merupakan data tentang jumlah terbitnya Undang-Undang di Indonesia.
“Dalam data, sepanjang tahun 2000-2015, telah terbit 13.980 regulasi dengan rincian: Undang-Undang berjumlah 916, peraturan pengganti Undang-Undang berjumlah 49, peraturan pemerintah berjumlah 2446, peraturan presiden 2258, peraturan menteri 8311. kalau kita hitung hingga 2021 tentunya lebih banyak lagi,” ujar Prof Haris dalam presentasinya tersebut.
Dalam penyusunan produk hukum daerah dan program legislasi daerah maka bahasa hukum menjadi bagian yang sangat penting. Bahasa Hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan, untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi di dalam masyarakat.
“Bahasa Hukum tidak boleh mengabaikan kaidah pemakaian bahasa Indonesia, terutama yang berkaitan dengan hal semantik, pilihan kata dan formulasi kalimat,” tukas Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) itu.
Adapun ciri-ciri bahasa peraturan perundang-undangan yaitu harus lugas dan pasti, hemat kata, padat dan sederhana, Objektif, menggunakan kata-kata secara konsisten, memberikan definisi atau batasan secara cermat, memiliki makna tunggal atau tidak ganda.
selanjutnya, ada beberapa hal yang harus dihindari dalam bahasa peraturan perundang-undangan yaitu tidak boleh punya arti ganda, tidak boleh berpuisi, tidak menggunakan ungkapan yang tidak sempurna dan tidak mengacaukan yang pokok dengan pengecualian-pengecualian.
Dalam presentasinya, Prof. Haris juga menjelaskan pilihan kata yang dapat digunakan dalam undang-undang yaitu pemakaian kata ‘paling’, “kecuali”, “di samping”, ‘jika’ dan ‘maka’, ‘apabila’, ‘dan’, ‘atau’, ‘dan atau’, berhak, dapat dan boleh, wajib dan teknik pengacuan “sebagaimana dimaksud pada...”.
Di sesi diskusi, ada pertanyaan menarik yang disampaikan oleh peserta yakni mengenai Peraturan Daerah (Perda) Syariah dan istilah NKRI Bersyariah. Dalam pandangannya, Prof. Harisudin menolak istilah NKRI bersyariah, karena menurut dia Indonesia sudah bersyariah.
“Saya menolak istilah NKRI bersyariah tersebut karena pada dasarnya jika kita amati bersama, Indonesia itu sudah bersyariat. Contohnya seperti Undang-Undang tentang zakat, wakaf, Kompilasi Hukum Islam (KHI), kompilasi hukum ekonomi syariah, Undang-Undang tentang perbankan dan lain sebagainya. Lalu posisi Perda syariah, contohnya seperti yang dilaksanakan di Aceh. Hukuman yang ada di Aceh tidak sama dengan apa yang terjadi di Saudi Arabia. Hukum Islam yang kontekstual masih disesuaikan dengan kondisi negara Indonesia. Jangan sampai undang-undang yang ada di daerah atau kota ini menghilangkan asas kemajemukan yang akan menimbulkan sekat-sekat diantara anak bangsa,” tegas Prof. Haris yang juga sebagai Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq tersebut.
Reporter: Robiatul Adawiyah
Editor: Wildan Rofikil Anwar