RAJA OTT KPK SEBUT MORALITAS PENEGAK HUKUM MEROSOT
Media Center– Persoalan korupsi terus menerus menderap bangsa Indonesia. Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK menjadi topik bahasan utama bangsa ini, seperti halnya penangkapan beberapa pejabat negara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang marak diberitakan akhir-akhir ini.
Dalam upaya menelisik hal tersebut, Pusat Studi Hukum, Pancasila dan Konstitusi (PUSPASI) Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember mengadakan Kuliah Umum yang berlangsung pada Selasa (21/9) mulai pukul 09.00 WIB. Kuliah umum kali ini bertajuk “Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Indonesia” diikuti dengan sangat antusias oleh publik, hadir lebih ribuan partisipan yang mendaftar dan mengikuti Kuliah Umum bersama Raja OTT KPK ini.
“Penting pengetahuan baru yang belum pernah didapat, khususnya bersama Raja OTT KPK yang tentu akan ada hal-hal yang bisa kita petik dan pelajari bersama,” tegas Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M. Rektor UIN KHAS Jember dalam sambutannya.
Acara ini dihadiri oleh Rektor UIN KHAS Jember Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE., MM., Dekan Fakultas Syariah Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I, dan menghadirkan dua narasumber yang berkompeten yakni Dr. Harun al Rasyid, SH., M.Hum. Penyidik KPK RI yang dijuluki The King of OTT dan Dr. Abdul Wahab, M.HI. Kaprodi Hukum Pidana Islam serta di moderatori oleh Dosen Fakultas Syariah Yudha Bagus Tunggala Putra, SH., MH.
“Saya berharap akan lahir penegak hukum yang berkualitas dari Fakultas Syariah UIN KHAS Jember,” tegas Rektor.
Dekan Fakultas Syariah Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. menjelaskan bahwa, isu terkait masa depan pemberantasan korupsi sangat penting untuk dikaji sesuai UU KPK dengan melihat tantangan kedepan salah satunya terkait budaya (culture) korupsi yang memungkinkan terjadi di kehidupan sehari-hari.
“Saya rasa regulasi pada revisi UU KPK dianggap menghambat upaya penegakan hukum KPK itu sendiri,” lugas Prof. Harisudin yang juga Ketua APHTN-HAN.
Dalam materinya, Dr. Abdul Wahab, M.HI. menerangkan korupsi dalam kacamata hukum pidana islam yang sebelumnya dijelaskan terkait istilah korupsi dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 bahwa korupsi adalah perbuatan yang melawan hukum; ada penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; ada unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, koorporasi; merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Ia menambahkan jika dilihat dari hukum pidana islam, kata korupsi tidak ditemukan padanan kata yang pas kecuali dalam makna umum sebelum terjadinya penyempitan makna.
“Istilah yang semakna korupsi dalam hukum pidana islam yakni Al-Fasad yang tertuang dalam QS. Al-Maidah ayat 33 dan Aklu Amwal an- Nas bi al-bathil yang tertuang dalam QS. Al-Baqarah ayat 188,” jelas Kaprodi Hukum Pidana Islam ini.
Dr. Harun al Rasyid, SH., M.Hum. sebagai kepala satuan tugas penyelidik nonaktif KPK RI mengungkapkan bahwa, dalam kasus penanganan korupsi, dikenal dengan 2 istilah, yakni Penindakan dan Penyidikan. Penindakan ada yang dilakukan secara tertutup atau yang disebut OTT dan ada yang dilakukan secara terbuka, dengan melakukan wawancara, investasi, dan permintaan data-data.
Menurutnya, operasi tangkap tangan (OTT) menjadi momok yang paling ditakuti oleh para pejabat publik bukan rasa takut terhadap pengawasan Allah SWT yang seharusnya ada dalam dirinya.
“Moralitas penegak hukum mengalami kemerosotan. Kedepannya, pemberantasan korupsi bergantung pada sejauh mana peran serta masyarakat,” tegasnya.
Kedua narasumber sepakat bahwa, korupsi berasal dari jiwa yang korup, kendati seseorang sudah kaya raya namun jika jiwa tidak dibiasakan bersifat zuhud, maka akan tetap bisa melakukan korupsi. Terkadang banyak orang yang teriak anti korupsi karena tidak ada lahan untuk korupsi.
Reporter: Moh. Miftahul Gufron
Editor: Nury Khoiril Jamil