TAHUN 2024; MENGAWAL SIRKULASI KEPEMIMPINAN ATAU MENONTON SIRKUS PERMAINAN PARA PENCARI KEKUASAAN ?
Oleh:
Ilham Febri Pratama
Tahun 2022 tak terasa telah terlewati, kini kita memasuki tahun 2023 dimana masyarakat sudah mulai dipaksa membaca dan menelaah arah gerak calon pemimpinnya. Tak sampai disitu, kondisi masyarakat Indonesia yang belum seluruhnya mementingkan moment ini-pun juga akan segera terlibat.
Stigma-stigma buruk tentang politik yang mulai dibangun oleh para elit parpol, memancing masyarakat agar acuh dengan pergantian kepemimpinan di negaranya sendiri. Justru, kelemahan daya baca pada arah gerak politisi di masyarakat, akan menjadi sebuah senjata terbarukan bagi para pencari kursi-kursi kekuasaan, yang entah serius mengemban amanahnya kelak, atau malah tidak tahu menahu kemana perahu yang dikemudi akan mereka labuhkan.
Tingkat kesadaran politik di masyarakat Indonesia masih terbilang lemah. Untuk menjadi negara yang sepenuhnya dewasa dalam penyelenggaraannya, dibutuhkan masyarakat yang memiliki kesadaran penuh terhadap kondisi politik di negaranya. Kelemahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa indikator yang diantaranya yakni ;
Pertama, ketidak puasan masyarakat terhadap pemilihan sebelumnya.
Kedua, mosi tidak percaya terhadap para pemangku jabatan yang terbangun, akibat ulah-ulah pelanggaran dan KKN oleh para pendayaguna fasilitas negara.
Ketiga, pembentukan isu-isu kekuasaan yang terjadi dan dinaratori oleh para politisi yang ternyata bukan untuk peningkatan peningkatan kepedulian di masyarakat, melainkan hanya untuk merebut kekuasaan semata.
Keempat, doktrin-doktrin pelarangan untuk terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam proses politik praktis yang terjadi. Hal ini bisa terjadi dikarenakan adanya isu bahwa tidak ada kejujuran yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam politik itu sendiri.
Perebutan kekuasaan di Indonesia setiap tahunnya memiliki catatan buruk, masih banyak kiranya oknum-oknum diluar maupun didalam Komisi Pemilihan Umum yang lupa dengan sumpah yang dibaca sebelum menerima kendali peralihan kepemimpinan. Banyak dari mereka-pun tak tahu arah, demi mensukseskan amarah mereka pada kekurangan finansial di saku belakangnya, tak ayal masyarakat yang kurang melek pada politik-pun malah jadi korban utama.
Perlu kiranya, Masyarakat Indonesia mulai menyadari pentingnya peralihan kekuasaan yang akan terjadi. Bukan hanya sebagai tontonan peraduan intelektual gagasan, melainkan sebagai penentu arah bangsa kedepan. Perlu kesiapan lahir dan batin masyarakat dalam mengawal pemilu 2024, tidak hanya menyerahkan tangan pada yang berhak mengoperasikan jalannya pemilu, namun juga memantau setiap adanya kecurangan yang sistematis mungkin akan terjadi pada pemilu.
Bukan sebuah ketidak mungkinan bahwa kecurangan akan terjadi di 2024. Pasrah terhadap kemungkaran bukanlah jalannya yang bisa dibenarkan. Kita sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam demokrasi, tentu perlu mengawal jalannya sirkuslasi politik yang akan terjadi.
Tak bisa dipungkiri, apabila masyarakat yang harusnya menjadi pemegang kendali tertinggi di negaranya, justru enggan mengambil warisan untuk merawat demokrasi kebangsaan yang sedang di sembuhkan lukanya. Di 2024, akankah kita mengawal sirkulasi kepemimpinan, atau hanya sekedar menonton sirkus yang aktornya sedang kelaparan ?
*Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Syariah Prodi Hukum Tata Negara di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember