syariah@uinkhas.ac.id -

WAKIL ROIS AAM PBNU DAN WABUP JEMBER SEPAKAT, PANCASILA TIDAK BERTENTANGAN DENGAN SYARIAT ISLAM

Home >Berita >WAKIL ROIS AAM PBNU DAN WABUP JEMBER SEPAKAT, PANCASILA TIDAK BERTENTANGAN DENGAN SYARIAT ISLAM
Diposting : Jumat, 03 Jun 2022, 13:43:11 | Dilihat : 630 kali
WAKIL ROIS AAM PBNU DAN WABUP JEMBER SEPAKAT, PANCASILA TIDAK BERTENTANGAN DENGAN SYARIAT ISLAM


Media Center - Dalam rangka memperingati Hari Pancasila tepatnya pada 1 Juni, Fakultas Syariah UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember menggelar Seminar Nasional bertajuk, "Bedah Pemikiran Tokoh Tentang Pancasila & Indonesia" pada Kamis (02/06).

Seminar Nasional kali ini mendatangkan dua tokoh ulama masyhur, yaitu Dr. (HC) KH. Afifuddin Muhajir, M. Ag. (Wakil Rais Aam PBNU) dan KH. Muh. Balya Firjaun Barlaman (Wakil Bupati Jember/Putra KH. Achmad Siddiq) yang menyampaikan pemikirannya tentang Islam dan Pancasila,

Kiai Afif (sapaan akrab KH. Afifuddin Muhajir) membuka penjelasan dengan pertanyaan, "Apa perbedaan Pancasila dan Indonesia?" Kiai Afif menjelaskan bahwa Pancasila merupakan bagian dari Indonesia. Hal ini dikarenakan, unsur dari sebuah negara adalah wilayah, masyarakat, pemimpin, dan konstitusi/ideologi.

Pancasila diterima sebagai asas tunggal NKRI karena Pancasila memang terbukti selaras dengan syariat Islam, yaitu melalui butir Pancasila sila pertama, (Ketuhanan Yang Maha Esa) yang dinilai semakna dengan Surah Al-Ikhlas, sama-sama membahas tentang tauhid.

Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Islam memberi nilai yang sangat tinggi kepada kemanusiaan. Seperti yang termaktub dalam Al-Qur'an, "Walaqad karramna Bani Adam" yang bermakna, "Sesungguhnya telah Kami (Allah Swt.) muliakan anak-anak Adam."

Sila ketiga, persatuan Indonesia. Tanpa persatuan, Indonesia tidak akan merdeka. Karena semua ikut memperjuangkan kemerdekaan, bukan hanya dari umat Islam, namun juga umat agama lain.

"Makna persatuan dalam Islam bukan hanya Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim), namun juga ada Ukhuwah Insaniyah (persaudaraan sesama manusia). Kedua konsep tersebut perlu berjalan beriringan agar tercipta masyarakat yang harmonis meski beda ras, suku, maupun agamanya," jelas Kiai Afif yang juga Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'i yah Sukorejo, Situbondo itu.

Sila keempat, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sikap bijak dalam menyelesaikan permasalahan dengan jalan musyawarah adalah nilai luhur dalam agama Islam.

Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada perbedaan Muslim dan non-Muslim, pejabat atau orang biasa saat berada di mata hukum.

Mengenai sistem keadilan hukum Islam, Kiai Afif menceritakan kisah seorang Yahudi yang dibela oleh Nabi Muhammad Saw. karena difitnah oleh Thu'mah bin Ubairiq. Saat kebenaran terbukti bahwa Yahudi tidak bersalah, Nabi Muhammad bersikap adil dan bijaksana dengan membebaskan Yahudi tersebut dari tuduhan dan menghukum tegas Thu’mah bin Ubairiq seorang Muslim.

Sepakat dengan pemikiran Kiai Afif, Wakil Bupati Jember KH. Muh. Balya Firjaun Barlaman juga menyampaikan pendapatnya mengenai hubungan Islam dan Pancasila, yang ini juga merupakan catatan yang selalu dipegang dari almarhum ayahnya, KH. Achmad Siddiq.

"Pancasila mempunyai ciri khas, bersifat, bersikap, dan pola pikir yang moderatif. Tidak menang-menangan. Semuanya memberikan perlakuan yang adil. Semuanya diatur dalam lalu lintas yang namanya Pancasila," tegas Wakil Bupati Jember tersebut.

Gus Firjaun (sapaan akrabnya) lalu membacakan catatan sang ayah yaitu Alm. KH. Achmad Siddiq. Di awal terbentuknya Indonesia terdapat dua kubu, kubu nasionalis dan Islam. Keduanya gagal mencapai mufakat, lalu keduanya makin tersisih. Di saat itulah jalan luas bagi komunis untuk melancarkan aksinya hingga terjadilah peristiwa di lubang buaya.

Maka Pancasila hadir untuk merekatkan kembali dan mempersatukan semua kubu. Indonesia dengan ideologinya Pancasila, seperti jalan raya milik semua orang. Siapapun boleh melewatinya, asal tetap mematuhi rambu-rambu lalu lintas.

"Ideologi Pancasila seperti jalan raya yang mana semua orang boleh melewati, asal ojo diijeni, ojo dipek dewe (asal jangan dimiliki sendiri). Pancasila dan agama tidak bisa disejajarkan, apalagi menggantikan atau lebih tinggi dari agama. Akan tetapi butir-butir yang ada dalam Pancasila tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka tidak ada alasan untuk menolak Pancasila,” terang Gus Firjaun.

 

Reporter : Arinal Haq

Editor : Erni Fitriani

Berita Terbaru

Tingkatan Mutu Mahasiswa di Bidang Protokol, Laboratorium Fasya Adakan Pelatihan Keprotokolan dan Public Speaking
11 Nov 2024By syariah
Komitmen Bentuk Mahasiswa Bermartabat : Pushaga Gelar Rekrutmen Anggota Angkatan Pertama tahun 2024
10 Nov 2024By syariah
Tingkatkan Mutu Mahasiswa dibidang Falak : Laboratorium Fasya UIN Khas Jember adakah Pelatihan Praktis Pengukuran Arah Kiblat
06 Nov 2024By syariah

Agenda

Informasi Terbaru

Belum ada Informasi Terbaru
;