WEBINAR INTERNASIONAL, PROF SUMANTO: KONFLIK TIMUR TENGAH DIPICU GEOPOLITIK BUKAN AGAMA
Media Center- Timur Tengah merupakan wilayah yang sarat akan konflik sehingga stabilitasnya selalu menjadi sorotan dunia Internasional. Dengan itu, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) KH. Achmad Siddiq (KHAS) Jember bekerja sama dengan Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara Seluruh Indonesia (ASPIRASI) menggelar Webinar Internasional “Agama, Politik, & Konflik Timur Tengah”. Acara digelar secara hybrid di Gedung Kuliah Terpadu UIN KHAS Jember dan Zoom Meeting pada Jumat (19/11).
Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. mengaku bangga karena bisa menghadirkan tokoh internasional yang berkolaborasi dengan ASPIRASI.
“Acara ini adalah wujud sukses kolaborasi pimpinan Fakultas Syariah dalam mengkaji topik yang berstandar Internasional. Kami berharap, acara ini terus berlanjut melalui penelitian ilmiah terkait agama, politik dan konflik,” ungkapnya yang sekaligus Ketua ASPIRASI dalam sambutannya.
Prof. Dr. H. Miftah Arifin, M.Ag. sebagai Wakil Rektor I UIN KHAS Jember berkesempatan memberi sambutan sekaligus membuka acara Webinar Internasional ini.
“Konflik Timur Tengah kian menjadi sorotan dunia internasional, sebagai insan berpendidikan jangan hanya melihat dari casing saja, tapi harus sampai ke subtansi. Kami berusaha meningkatkan mutu lembaga dengan menjalin kerja sama untuk membahas topik yang menarik untuk dikaji,” ucap Miftah Arifin saat membuka acara melalui Zoom Meeting.
Peneliti sekaligus Dosen King Fahd University Arab Saudi, Prof. Sumanto Al Qurtuby, Ph.D. sebagai narasumber pada acara ini menyebutkan bahwa ada tiga anggapan masyarakat terhadap konflik Timur Tengah. Pertama, konflik yang terjadi berbasis pada agama; kedua, konflik terjadi akibat kelompok yang memiliki kepentingan tertentu; ketiga konflik terjadi karena intervensi di dunia barat terutama Amerika Serikat.
Prof. Sumanto juga menuturkan bahwa konflik Timur Tengah lebih tepatnya tidak dikaitkan dengan agama, melainkan karena mempertahankan wilayahnya agar tidak dijajah oleh negara lain.
“Apa yang terjadi di Timur Tengah lebih tepat dipandang sebagai geopolitik dan tidak berdasar pada agama. Sejak abad 20, Timur Tengah sudah menjadi wilayah yang sensitif dari batas wilayah, politik maupun keagamaan,” ungkap Profesor Antropolog Budaya di King Fahd University itu.
Pada kesempatan itu, Prof, Sumanto memperlihatkan peta Timur Tengah yang terdiri dari 18 negara, diantaranya Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Mesir, Oman, Qatar, Sirprus, Suriah, Turki, Uni Emirat Arab, Yaman, Yordania, Palestina, Kurdistan, dan Sirprus Utara.
Diantara yang mendapat sebutan negara teluk karena didominasi oleh para migran, diantaranya Kuwait, Bahrain, Iraq, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
“Tantangan saat ini bukan hanya tentang perluasan wilayah, tapi juga masalah etnis. Ini yang selalu dilupakan oleh masyarakat Indonesia dalam mengkaji TImur Tengah,”terangnya.
Salah satu contoh, Negara Arab yang di dalamnya terpecah menjadi beberapa etnis hingga menjadi 200 suku. Fraksi di Negara Arab sangat banyak dan tidak mudah disatukan dalam satu arah pemikiran. Begitupun yang terjadi di Yaman.
“Seperti yang terjadi di Yaman, terjadi serangan udara yang diluncurkan oleh koalisi militer pimpinan (Arab Saudi) yang menewaskan ribuan Houthi. Konflik ini belum menemukan titik perdamaian sehingga Yaman mendapat julukan negara termiskin,”lanjut Kontributor Middle East Institute.
Tidak hanya antara Yaman dan Arab Saudi, konflik antara Iran dan Amerika Serikat sejak revolusi Iran pada 1979. Konflik ini belum menemukan titik terang dan semakin suram karena kian melemahkan perekonomian negara itu.
Di akhir sesi penyampaian, Prof Sumanto memberikan nasihat kepada peserta yang hadir untuk menghindari setiap factor yang memunculkan radikalisme dan pemahaman yang salah.
“Jangan ikut-ikutan dalam berkecimpung pada pembahasan konflik timur tengah, harus disarimg betul agar tidak mudah terpancing. Fokuslah pada permasalahan internal Indonesia yang perlu diselesaikan oleh kita kaum terdidik,”pungkas Pendiri dan Direktur Nusantara Institute itu.
Reporter: Siti Junita
Editor: Wildan Rofikil Anwar